Selasa, 10 April 2012

DILEMA ETIS


DILEMA ETIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Etik dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.
Nilai-nilai, keyakinan, dan filosofi individu memainkan peranan penting pada pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran perawat ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan mana yang benar dan salah, apa yang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau salah, dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak salah.
Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat besar. Manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa dan daya cipta yang dimiliki. Salah satu bidang iptek yang berkembang pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau penampungan semen terhadap sel telur wanita. Hal ini akhirnya memunculkan isu etis yaitu masalah-masalah etis yang berkembang dalam dilema etik itu sendiri. Beberapa Persoalan yang muncul dari hasil-hasil inseminasi ini antara lain, bagaimana hak anak untuk mengetahui ayahnya yang sesungguhnya, hak untuk mengetahui latar belakang ayahnya, dan bagaimana hak sang donor untuk dirahasiakan identitasnya, termasuk terhadap anak yang dihasilkan dari pembuahan oleh sel sperma sang donor. Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai dilema etik disertai dengan isu etis transplansi yang berkembang di masyarakat.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari dilema etik?
2.      Bagaimana pandangan penulis mengenai kasus inseminasi buatan sebagai dilema etis?
3.      Apa resiko dan dampak inseminasi buatan?
4.      Bagaimana pandangan inseminasi buatan dari segi agama, sosial, dan hukum?
1.3  Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui apa pengertian dilema etik serta prinsip-prinsip yang diterapkan dalam penyelesaian dilema etik tersebut.
  2. Untuk mengetahui salah beberapa contoh kasus inseminasi buatan yang berkembang di masyarakat.
  3. Untuk mengetahui resiko dan dampak inseminasi buatan.
  4. Untuk memahami dan mengetahui beberapa pandangan tentang inseminasi buatan dari segi agama, sosial, dan hukum.
1.4  Manfaat Penulisan
Agar mahasiswa bisa mengetahui pengertian dari dilema etik, yang disertai dengan prinsip-prinsip dalam penyelesaiannya. Selain itu dalam makalah ini mahasiswa juga bisa menambah wawasan mengenai contoh dan realita isu etis khususnya isu etis mengenai inseminasi buatan.


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Contoh Kasus Inseminasi Buatan
2.1.1 Kasus pertama
12 Juni 2009 di Gaberahap.wordpress.com
Perjalanan Penantian Memperoleh Anak
        Kami adalah sepasang suami istri yang memulai hidup berumah tangga pada tanggal 25 Maret 2001. Saya adalah seorang tunanetra sedangkan istriku berpengelihatan awas.Upacara pernikahan yang teramat sederhana menandai permulaan kami menempuh hidup bersama sebagai suami istri. Kehidupan dalam tatanan yang sama sekali baru bagi kami tentu saja tidak mudah dijalani. Kami sering terlibat dalam beda pendapat yang berujung pada pertengkeraan. Pertengkaran demi pertengkaran menjadikan kami  semakin menyadari kepribadian masing-masing. Kesadaran yang semakin tumbuh menambah rasa membutuhkan di antara kami.
        Setelah satu tahun menempuh hidup berumah tangga, ternyata kami belum dikaruniai keturunan. Tanda-tanda kehamilan belum pernah nampak pada istriku. Menyadari keadaan itu, saya teringat pesan salah seorang paman yang berprofesi sebagai dokter kandungan, jika pernikahan sudah berusia satu tahun dan belum menampakan tanda-tanda kehamilan pada istri maka sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter. Hal itu disebabkan semakin lama tidak dikonsultasikan berarti semakin sulit pertolongan yang diberikan dokter. Berdasar keterangan paman, saya lalu berkonsultasi langsung kepada paman
sendiri karena beliau seorang dokter kandungan. Langkah awal yang diberikan paman adalah pemberian obat penyubur selama satu bulan  pada istri saya.
        Satu bulan  berlalu tetapi belum ada tanda kehamilan juga. Lalu pengobatan diulang untuk periode satu bulan lagi  dan tanda kehamilan belum datang juga. Memasuki bulan ketiga, saya diminta melakukan tes sperma. Hasil tes menunjukkan bahwa jumlah sperma saya pada batas minimal dan terjadi aglitinasi yang cukup tinggi. Aglitinasi adalah terikatnya ekor sperma  satu dengan yang lain sehingga menghambat kemampuan bergerak menembus sel telur.
        Berdasarkan hasil tes itu, saya diminta paman berkonsultasi kepada dokter andrologi. Dokter andrologi melakukan pemeriksaan dan mengulang tes sperma. Hasil pemeriksaan menunjukkan saya mengalami herni dan varises di skortum (kantung buah zakar). Adapun tes sperma menunjukkan jumlah sperma minimal dan gerakan sperma di tempat lebih tinggi daripada gerakan lari sperma.
        Istri juga dikonsultasikan kepada seorang dokter kandungan etapi kali ini bukan paman. Hasil pemeriksaan ternyata keasaman yang disebabkan keputihan pada istriku cukup tinggi. Selanjutnya kami berdua sama-sama diterapi. Bulan demi bulan kami jalani dengan jadwal terapi yang ketat. Namun tanda-tanda kehamilan itu belum nampak.
        Suatu saat dokter andrologi meminta saya melakukan tes ketahanan hidup sperma selama 24 jam. Atas permintaan dokter  itu  saya menyetujuinya. Namun sebelum tes dilakukan dokter mengatakan, bahwa daripada mubasir sperma dibuang setelah dites, beliau meminta izin untuk memilih sperma terbaik dan kemudian diinseminasikan kepada istri saya. Atas permintaan itu pun saya menyetujuinya.
        Tes selesai dilakukan dan hasilnya spema saya cukup banyak yang dapat
bertahan hidup selama 24 jam. Selanjutnya inseminasi dilakukan terhadap istri. Oleh karena inseminasi itu dilakukan tidak semata-mata dengan tujuan inseminasi dan persiapannya pun tidak untuk inseminasi, kami tidak terlalu berpikir terjadi kehamilan.Ternyata kehendak Alloh SWT lebih berkuasa dibanding apapun juga. Istriku terlambat haid. Keterlambatan haid yang terjadi tidak meyakinkan sebagai tanda kehamilan  karena kadang-kadang timbul bercak darah. Ditambah lagi inseminasi tidak dilakukan semata-mata untuk itu semakin membuat tidak berpikir terjadi kehamilan. Namun perasaanku mengatakan ada kehadiran mahluk Alloh SWT yang hadir di antara kami. Saya juga tiba-tiba senang terhadap rujak dan sering letih. Sesuatu yang lebih aneh bagiku adalah keingiinan terhadap suatu barang tidak dapat ditolak oleh akal sehat. Keadaan itu tidak dirasakan istriku sama sekali. Menyadari kejadian yang tidak biasanya itu saya meminta istri tes kehamilan.
Istri menolak melakukannya dengan alasan dia tidak merasa apa-apa. Mendapat reaksi itu membuat saya agak memaksa istri untuk tes. Disebabkan tes yang dilakukan setengah terpaksa, isriku mengalami kesulitan untuk buang air kecil saat tes. Setelah minum dalam jumlah banyak akhirnya
dapat buang air kecil dan tes dilakukan. Hasil tes sungguh diluar dugaan karena ternyata istriku hamil.
        Kegembiraan tentu kami beserta keluarga besar  rasakan. Di balik kegembiraan kami terselip rasa khawatir, yaitu kecemasan. Kecemasan
itu berkaitan dengan bercak darah yang merupakan tanda terjadi pendarahan. Dokter berusaha menyelamatkan janin kami dengan memberi obat penguat. Doa demi doa kami lantumkan kepada Alloh SWT sebagai pemilik hidup dan mati manusia agar menyelamatkan janin kami. Alloh SWT melalui takdirNya akhirnya meggariskan tanggal 14 September 2003 janin kami terpaksa dicuret karena sudah tidak tumbuh lagi. Kami hanya dapat menangis menghadapi kejadian yang melenyapkan harapan selama ini. Itulah saat iman kami sangat turun karena lupa bahwa segala sesuatu berasa dari Alloh SWT dan akan kembali kepada Alloh SWT.
        Setelah operasi, janin yang dikeluarkan kemudian diperiksa. Alhamdulillah tidak  ada jaringan yang bersifat ganas. Selanjutnya istri dites torch. Dalam tes ini diketahui beberapa virus termasuk tokso bersarang di darah istriku. Pengobatan selama tiga bulan tanpa boleh putus lalu dilakukan untuk menekan jumlah virus tokso dalam darah. Tiga bulan berlalu dan inseminasi mulai dicoba diulang, tetapi kali ini dengan persiapan matang dan dilakukan oleh dokter kandungan.
        Sekali lagi Alloh SWT melalui takdir-Nya menunjukkan kekuasaan yang tidak  tertanding oleh siapapun dan apapun. Ternyata inseminasi kali ini gagal. Kehamilan yang diharap belum datang kepada istriku. Hal ini tentu saja menggoncangkan semangat juang kami. Beberapa bulan kami menghentikan usaha yang selama ini  dilakukan. Istirahat tersebut selain untuk menyusun semangat juang, juga guna mengumpulkan uang kembali yang selama ini tersedot dalam jumlah besar.
         Setelah semangat terkumpul kembali, kami mulai kembali. Kali ini kami ulang dari dokter andrologi sebagaimana pada awal terapi. Terapi mulai dilakukan dan inseminasi mulai dipersiapkan kembali. Obat-obat mulai kami konsumsi dan tanggal inseminasi pun sudah ditentukan. Alloh Yang Maha Besar sekali lagi memperlihatkan kekuasaan kepada kami hamba-hamba-Nya yang lemah. Bulan Juni  tahun 2004 ternyata istriku terlambat haid, tetapi kali ini tanpa diikuti bercak darah dan tanpa inseminasi.
        Ketidakyakinan terjadinya kehamilan sekali lagi meliputi istriku. Kali ini aku membujuk untuk tes kehamilan tanpa paksaan melainkan pemahaman baik dan buruk ketidakyakinan yang timbul. Aku menyatakan menghormati ketidakmauannya untuk tes, di lain sisi aku memberi gambaran sisi negatifnya. Sisi negatif tersebut adalah jika tidak diketahui hamil atau tidak padahal haid terlambat, maka saat berhubungan akan timbul keraguan dalam bawah sadarku tentang hamil atau tidaknya sang istri. Perlu diketahui di sini bahwa janin berumur tri semester pertama sangat lemah dan rentan terkena pancaran sperma. Akhirnya istriku memahaminya dan mau melakukan tes. Dalam tes kali ini terjadi sekali lagi kelucuan, yaitu alat tesnya terbalik. Bagaimana mungkin timbul hasil hamil atau tidak jika alat tesnya terbalik? Setelah menyadarinya istriku mengulang dan ternyata dia hamil.


2.1.2 Kasus Kedua
Sperma Tidak Berkualitas, Bayi Inseminasi Lahir Normal
http://dinkes-sulsel.go.id/spacer.gif
* Kesuksesan Dokter Tim Reproduksi dan Bayi Tabung RSWS Menangani Infertilitas 
Pertama kalinya, rekayasa teknologi reproduksi pada penanganan infertilitas (ketidaksuburan) dengan menggunakan teknik inseminasi intra uterina, sukses dilakukan tim dokter reproduksi manusia dan bayi tabung RS Dr Wahidin Sudirohusodo (RSWS). Proses ini merupakan satu langkah sebelum teknik fertilisasi invitro atau lebih dikenal dengan bayi tabung.Laporan: Anggi S. Ugart
Pasangan Usniwati dan Eddy Tunggal boleh berbahagia dan bangga. Bayi mungil laki-laki hasil rekayasa reproduksi inseminasi itu lahir normal dan sehat, Selasa pukul 14.05 Wita. Meski proses inseminasi dilakukan di RS Wahidin, namun sang ibu memilih RS Elim Makassar untuk melahirkan. Pasangan berbahagia asal Kabupaten Bantaeng itu, hanya butuh waktu kurang dari tiga bulan dalam persiapan inseminasi tersebut.
Metode inseminasi dilakukan jika dengan metode pengobatan yang lain belum menghasilkan kehamilan. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Wahidin Sudirohusodo, dr Eddy Hartono, SpOG yang terlibat langsung menangani proses inseminasi menyatakan rasa senangnya. 
Sebab, kata dia, selama kurun waktu sejak tim bayi tabung RS Wahidin berdiri satu tahun lalu, dari 20 kasus inseminasi yang dilakukan RS Wahidin, baru pasangan Eddy dan Usni yang berhasil. "Tim kami sangat senang dan bangga atas keberhasilan ini. Pasangan ini sudah lima tahun menikah dan belum pernah dikaruniai anak. Setelah melakukan terapi dengan ketekunan berusaha, doa dan keikhlasan, mereka akhirnya berhasil mendapatkan anak. Orangtua lain yang sulit memiliki anak pun bisa melakukannya," ujar Eddy. 
Dalam dunia kedokteran, Inseminasi Intra Uterina (IIU) merupakan tindakan rekayasa teknologi reproduksi yang paling sederhana, dimana sperma yang telah dipreparasi diinseminasikan ke dalam kavum uteri (rahim) pada saat sekitar hari ovulasi. 
Namun, syaratnya, tidak ada hambatan mekanik pada fungsi organ reproduksi wanita, seperti kebuntuan tuba (saluran sel telur) dan faktor peritoneum/endometriosis. "Jika ada hambatan seperti kista dan kelainan anatomik, maka harus diangkat dulu baru bisa diterapi," ujar dr Eddy. 
Dalam kasus pasangan Eddy dan Usni, memang ada poin tersendiri. Usia keduanya terbilang masih muda, sehingga peluang berhasil dalam program inseminasi juga lebih besar. Usni baru berusia 22 tahun dan Eddy 35 tahun. Masalah yang ada pada Usni, menurut Eddy, indung telurnya terkadang tidak mengeluarkan sel telur. Tak hanya itu, ketika sperma sang suami diperiksa, kualitas sperma juga tidak bagus. Sehingga, kehamilan sangat sulit terjadi. 
Sperma Eddy, morfologi atau bentuknya tidak lengkap. "Pada sperma suami Usni, yang normal hanya 5 persen sehingga sulit menembus sel telur," ujar dokter dari bagian Fertilitas, Endokrinologi dan Reproduksi Fakultas Kesehatan (FK) Unhas/RS Wahidin Sudirohusodo ini. 
Upaya penanganan infertilitas, sebaiknya tak hanya perempuan yang melakukan pemeriksaan ke dokter tapi juga pihak pria. Sebab, 40-50 persen pria penyumbang infertilitas. Inseminasi sebenarnya, kata Eddy, juga bisa dilakukan pada pasangan yang usianya 30-an hingga 40 tahun. Namun, usia muda tentu saja lebih berpeluang untuk berhasil. Usni dan Eddy harus melakukan persiapan tiga bulan sebelum inseminasi. 
Tak hanya sperma yang dipersiapkan, tapi juga sel telur. Untuk itu, pada hari ketiga haid Usni, dokter memberinya pemicu ovulasi atau biasa awam menyebutnya obat penyubur. Hari ke-9, dokter melakukan monitoring sel telur. "Ternyata, setelah di USG transvaginal, sel telurnya tidak bagus. Responnya buruk. Yang normal, sel telur ukurannya 18-20 mm, Usni hanya 10 mm sehingga stimulasinya kurang kuat," ujar dr Eddy. 
Karena kondisi tersebut, dokter lalu memberikan suntikan hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel telur (ovum) pada ovarium (indung telur). Diharapkan suntikan FSH membuat sel telur matang. Usni harus menjalani suntikan ini setiap hari selama lima hari. Setelah itu, dokter menyuntik hormon pematang sel telur (Beta HCG). Sel telur yang matang siap dibuah sel sperma. 
Sembari proses pematangan sel telur, pakar embriologi juga melakukan pencucian terhadap sperma untuk memilih sperma Eddy yang benar-benar berkualitas. Dua pakar embriologi yang melakukannya adalah Marce Pasambe, S.Si dan Irna Haemi Muchtar S. Si. "Pencucian ini untuk memilih sperma yang terbaik. Bagus kualitas, morfologi dan gerakannya bagus. Pencucian itu dilakukan dengan medium G III Series dari Swedia. Akhirnya dihasilkan 2,4 juta sel sperma. Sperma itu kami suntikan melalui spoit ke rahim setelah memastikan sel telur juga benar-benar matang dan siap dibuahi. Setelah menunggu 1 jam, pasangan itu bisa pulang," ungkap Marce. 
Ternyata, usaha itu berhasil. Dua minggu sejak inseminasi, saat dilakukan USG dokter melihat adanya pembuahan atau kehamilan. Alhasil, bayi laki-laki lahir sehat dari rahim Usni. Saat ditemui di RS Elim, Usni dan Eddy sangat senang sembari menemani bayinya. 
Meski belum diberi nama, bayi yang lahir dengan berat 2,9 kg dan panjang 48 cm itu akan diarahkan jadi dokter atau pengusaha oleh orangtuanya. "Kuncinya hanya mau berusaha, tidak malu memeriksakan diri. Jangan hanya istri yang periksa tapi juga suami," ujar Eddy, yang sempat mencoba berbagai pengobatan alternatif seperti mengurut dan minum ramuan tradisional sebelum melakukan inseminasi. Untuk biaya inseminasi, menurut dr Eddy tak kurang dari Rp5 juta.

2.2 Teori Dasar Inseminasi
            Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan ataua tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin (inseminatus) yang  artinya pemasukan atau penyampaian. Artificial Insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Jadi, insiminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB).
            Proses inseminasi buatan dilakukan melalui proses reproduksi di mana sperma disuntikkan dengan kateter ke dalam vagina (intracervical insemination) atau rahim (intrauterine insemination) pada saat calon ibu mengalami ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung singkat dan terasa seperti pemeriksaan papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin sudah bisa dicek dengan tes kehamilan. Bila gagal, prosesnya bisa diulang beberapa kali sampai berhasil. (Umumnya bila setelah 3-6 siklus tidak juga berhasil, dokter akan merekomendasikan metode bantuan reproduksi lainnya).
Untuk meningkatkan peluang keberhasilan inseminasi buatan seperti halnya pada proses bayi tabung, calon ibu yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang kesuburannya dengan hormon dan obat-obatan lainnya. Pemberian rangsangan ini dimulai pada awal siklus menstruasi agar pada saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan normal, hanya satu telur yang dilepaskan per ovulasi). Sperma yang diinjeksi melalui kateter juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik dan jumlahnya cukup.
Beberapa motivasi di lakukan inseminasi buatan, yaitu : (1)  inseminasi buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul; (2)  untuk mengembangbiakan manusia secara cepat; (3) untuk menciptakan manusia jenius juga ideal sesuai dengan keinginan; (4) sebagai alternatif  bagi manusia yang ingin mempunyai anak tetapi tidak mau menikah; dan (5) untuk percobaan ilmiah.
2.2.1 Teknik Inseminasi
1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2. Teknik DIPI (Direct  Intraperitoneal  Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke  peritoneal (rongga peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain  dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.   

2.2.2 Sumber Sperma
Ada 2 jenis sumber sperma yaitu:
1. Dari sperma suami
Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh dilakukan jika jumlah spermanya rendah atau suami mengidap suatu penyakit. Tingkat keberhasilan AIH hanya berkisar 10-20 %. Sebab-sebab utama kegagalan AIH adalah jumlah sperma suami kurang banyak atau bentuk dan pergerakannya tidak normal.
2. Sperma penderma
Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi sperma atau azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit kongenital yang dapat diwariskan kepada keturunannya. Penderma sperma harus melakukan tes kesehatan  terlebih dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar belakang status physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari infeksi penyakit menular. Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah 60-70 %.

2.2.3 Penyiapan sperma
Sperma dikumpulkan dengan cara marturbasi, kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril  setelah 2-4 hari tidak melakukan hubungan seksual. Setelah dicairkan dan dilakukan analisa awal sperma, teknik “Swim-up” standar atau “Gradient Percoll” digunakan untuk persiapan penggunaan larutan garam seimbang Earle atau Medi. Cult IVF medium, keduanya dilengkapi dengan serum albumin manusia. Dalam teknik Swim-up, sampel sperma disentrifugekan sebanyak 400 g selama 15 menit. Supernatannya dibuang, pellet dipisahkan dalam 2,5 ml medium, kemudian disentrifuge lagi. Sesudah memisahkan supernatannya, dengan hati-hati pellet dilapisi dengan medium dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37º C. Sesudah diinkubasi, lapisan media yang berisi sperma motile dikumpulkan dengan hati-hati dan digunakan untuk inseminasi.
Pada teknik Percoll, sperma dilapiskan pada Gradient Percoll yang berisi media Medi. Cult dan disentrifugekan sebanyak 500 g selama 20 menit. 90 % dari pellet kemudian dipisahkan dalam 6 ml media dan disentrifugekan lagi sebanyak 500 g selama 10 menit. Pellet sperma kemudian dipisahkan dalam 0,5 atau 1 ml medium dan digunakan untuk inseminasi. 

2.2.4 Analisis Kualitas Sperma
Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma dilakukan untuk mengetahui kualitas sperma, sehingga bisa diperoleh kualitas sperma yang benar-benar baik. Penetapan kualitas ekstern di dasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang dievaluasi di beberapa laboratorium, dengan tahapan-tahapan: Pengambilan sampel, Penilaian Makroskopik, Penialain Mikroskopis, Uji Biokimia, Uji Imunologi, Uji mikrobiologi, Otomatisasi, Prosedur ART, Simpan Beku Sperma.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Pengertian Dilema Etik
            Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku yang layak harus di buat (Arens dan Loebbecke, 1991: 77). Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu:
(1)   Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
(2)   Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
(3)   Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilema
(4)   Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
(5)   Menentukan konsekuensi yang mungkin dari setiap alternatif
(6)   Menetapkan tindakan yang tepat.
Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat meminimalisasi atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi: (1) semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya.

3.2  Pembahasan Kasus
3.2.1        Kasus Pertama
Pada kasus ini dapat ditemukan bahwa sang suami mengalami aglitinasi. Aglitinasi adalah terikatnya ekor sperma satu dengan yang lain sehingga menghambat kemampuan bergerak menembus sel telur. Selain itu sang suami mengalami herni dan varises di skrotum (kantung buah zakar) sehingga gerakan sperma di tempat lebih tinggi daripada gerakan lari sperma. Sedangkan, pada istri terdapat kelainan keasaman yang cukup tinggi disebabkan oleh keputihan. Karena kelainan tersebutlah mereka mencoba melakukan inseminasi buatan. Setelah melakukan berbagai tahapan, inseminasi buatan pertama berhasil tetapi ternyata rahim sang istri tidak kuat sehingga mengalami pendarahan dan akhirnya keguguran. Sedangkan inseminasi kedua juga mengalami kegagalan. Berbagai terapi telah diikuti dan berbagai obat-obatan telah dikonsumsi untuk memperlancar proses inseminasi selanjutnya. Namun, sebelum proses inseminasi ketiga dilaksanakan sang istri sudah hamil tanpa menjalankan proses inseminasi buatan tersebut. Hal ini menandakan bahwa kemajuan teknologi reproduksi khususnya dalam kasus inseminasi tidak selalu membuahkan hasil yang diharapkan karena kemajuan teknologi (inseminasi buatan) merupakan hasil karya manusia yang terkadang memiliki kelemahan dan tidak dapat melampaui kodrat Tuhan. Semua kembali itu kepada Tuhan sebagai penentu kehidupan, selain itu manusia hanya bisa berencana dan berusaha.

3.2.2 Kasus Kedua
Kasus kedua ini hampir sama dengan kasus pertama. Dimana suami istri ini memiliki kelainan-kelainan tersendiri, namun mereka kurang menyadarinya. Berbagai alasan pun muncul ketika rasa ketidak percayaan pasangan mulai diungkapkan. Disini dibutuhkan kesadaran masing-masing pasangan terhadap dirinya untuk kepentingan bersama. Semakin penyakit ini ditutupi karena rasa minder terhadap pasangan jika memiliki kelainan reproduksi, maka efeknya juga akan semakin parah menghampiri pasangan yang mengidamkan seorang anak karena suatu ketidakjujuran dan perasaan malu memeriksakan diri.
Dalam kasus kedua ini, upaya penanganan infertilitas menurut kami, sebaiknya pemeriksaan ke dokter  tidak hanya dilakukan oleh perempuan saja tetapi  juga dilakukan oleh pihak pria. Sebab, 40-50 persen pria penyumbang infertilitas dan belum tentu semua penyebab infertilisasi adalah dari kaum perempuan.
Penanganan mendasar yang dilakukan terhadap perempuan guna mengatasi infertilisasi adalah dengan pemberian suntikan hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan sel telur (ovum) pada ovarium (indung telur) yang dalam prosesnya pemberian suntikan ini dilakukan selama lima hari. Sementara untuk pria, dilakukan pencucian sperma untuk mendapatkan kualitas sperma yang terbagus untuk proses pembuahan.
Dengan kesadaran diri masing-masing pasangan untuk memeriksakan diri  ketika terdapat ketidakpercayaan pasangan atau memang sudah merasa ada suatu yang kurang beres dalam diri, dalam kasus kedua ini sudah semestinya dilakukan dan segala upaya pun sudah patut  dilakukan. Sehigga, apa yang diharapkan pasangan (memiliki keturunan) dapat terlaksana, tentunya atas izin Tuhan.
Kuncinya hanya mau berusaha, tidak malu memeriksakan diri,menjaga mental dan fisik kedua pasangan, serta berdoa meminta izin Tuhan untuk memiliki keturunan. Jangan hanya istri yang memeriksakan diri tetapi juga suami.

3.3 Resiko dan Dampak Injeksi Sperma
Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi satu sel telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari Charles Darwin, dimana sel yang paling kuat dan sehat  adalah yang menang. Sementara dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas laboratorium dapat memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para ahli juga menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan. Kesalahan pada saat injeksi sperma, merupakan salah satu faktor kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim bernama akrosom berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma yang masuk ke dalam inti sel telur.
Sementara dalam proses inseminasi buatan dengan  injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliki resiko melukai bagian dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada  dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.
Seperti diketahui kemampuan berpikir dan bernalar membuat manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan itu kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, sering pula teknologi yang kita hasilkan itu memberikan efek samping yang memberikan dampak negatif. Oleh sebab itu ada beberapa orang yang pro dan kontra terhadap teknologi tersebut.

3.3  Pandangan Inseninasi Buatan dari Segi Agama, Sosial, dan Hukum
a)    Segi Agama
Sekelompok agamawan menolak teknologi reproduksi (inseminasi buatan) karena mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya bertentangan dengan ajaran Tuhan yang merupakan Sang Pencipta. Tuhan adalah kreator terbaik. Manusia dapat saja melakukan campur tangan dalam pekerjaannya termasuk pada awal perkembangan embrio untuk meningkatkan kesehatan atau untuk meningkatkan ruang terjadinya kehamilan, namun perlu diingat Tuhan adalah Sang pemberi hidup.
b)    Segi Sosial
Posisi anak menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat, terutama bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel sperma yang digunakan berasal dari pendonor, akibatnya status anak menjadi tidak jelas. Selain itu juga, di kemudian hari mungkin saja terjadi perkawinan antar keluarga dekat tanpa di sengaja, misalnya antar anak dengan bapak atau dengan ibu atau  bisa saja antar saudara sehingga besar kemungkinan akan lahir generasi cacat akibat inbreeding. Lain halnya dengan kasus seorang janda yang ditinggal mati suaminya, dan dia ingin mempunyai anak dari sperma beku suaminya. Hal ini dianggap etis karena sperma yang digunakan  berasal dari suaminya sendiri sehingga tidak menimbulkan masalah sosial, karena status anak yang dilahirkan  merupakan anak kandung sendiri. Kasus lainnya adalah seorang wanita ingin mempunyai anak dengan inseminasi tetapi tanpa menikah, dengan alasan ingin mempunyai keturunan dari seseorang yang diidolakannya seperti artis dan tokoh terkenal. Kasus tersebut akan menimbulkan sikap tidak etis, karena sperma yang diperoleh sama halnya dari sperma pendonor, sehingga akan menyebabkan persoalan dalam masyarakat seperti status anak yang tidak jelas. Selain itu juga akan ada pandangan negatif kepada wanita itu sendiri dari masyarakat sekitar, karena telah mempunyai anak tanpa menikah dan belum bersuami.
c)    Segi Hukum
Dilihat dari segi hukum pendonor sperma melanggar hukum. Contoh kasus pada bulan Juni 2002, pengadilan di Stockholm, Swedia menjatuhkan hukuman kepada laki-laki yang mengaku sebagai pendonor sperma kepada pasangan lesbian yang akhirnya bercerai. Dan diberi sanksi untuk memberi tunjangan terhadap 3 orang anak hasil inseminasi spermanya, sebesar 2,5 juta perbulan. Dalam kasus ini akan timbul sikap etis dan tidak etis. Sikap etis timbul dilihat dari sikap pendonor sperma yang telah memberikan spermanya kepada pasangan lesbian, karena berusaha untuk membantu pasangan tersebut untuk mempunyai anak. Sedangkan sikap tidak etis muncul dari pasangan lesbian yang bercerai, karena telah menuntut pertanggungjawaban kepada pendonor sperma yang mengaku sebagai ayahnya untuk memberikan tunjangan hidup bagi ke-3 anak hasil inseminasi spermanya.
Dengan demikian maka inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.

 
BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.


                                                                                 

2 komentar: