KEPENTINGAN ENZIM DAN KOENZIM DALAM BIOMEDIS
Enzim adalah biomolekul
berupa protein
yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis
bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.[1][2]
Molekul
awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain
yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu
kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses
biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung
dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai
promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk
menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik
yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga
percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi
lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama.
Koenzim
adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor gugus kimia atau
elektron dari satu enzim ke enzim lainnya. Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH dan adenosina trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa
mencakup ion hidrida (H–)
yang dibawa oleh NAD atau NADP+,
gugus asetil yang dibawa oleh koenzim A,
formil, metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat,
dan gugus metil yang dibawa oleh S-adenosilmetionina.
Beberapa koenzim sepertiriboflavin, tiamina, dan asam folat adalah vitamin.
Oleh
karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah dapat dikatakan
koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder. Sebagai
contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim NADH. Regenerasi
serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam sel. Contohnya, NADPH
diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-adenosilmetionina
melalui metionina adenosiltransferase.
Fungsi
enzim dan koenzim tidak dapat dipisahkan dengan kesehatan seseorang. Dr. Hiromi
Shinya meyakini bahwa kunci kesehatan adalah keajaiban enzim yang
ada pada tubuh kita sendiri. Manusia memiliki 5.000 macam enzim yang
mempunyai karakteristik khusus dengan masing-masing fungsi enzim yang
unik. Dapat dikatakan bahwa setiap tindakan dalam tubuh dikontrol oleh
enzim.
Fungsi khusus enzim
1.
Mengeluarkan kolesterol, lemak dalam darah
pemurnian darah, menguraikan racun dan kuman dalam tubuh.
2.
Mencegah kekurangan gizi anemia, penawar mabuk,
memperlambat penuaan.
3.
Mengeluarkan logam dan air raksa.
4.
Mengurangi flek hitam pada wajah.
5.
Menjaga seluruh tubuh agar tetap sehat.
Fungsi enzim secara biologis
Enzim mempunyai berbagai fungsi
bioligis dalam tubuh organisme hidup. Enzim berperan dalam transduksi
signal dan
regulasi sel, seringkali melalui enzim kinase dan fosfatase. Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh,
dengan miosin menghidrolisis ATP untuk
menghasilkan kontraksi
otot. ATPase lainnya dalam membran sel umumnya
adalah pompa
ion yang terlibat dalam transpor aktif. Enzim juga terlibat dalam fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya pada kunang-kunang. Virus juga mengandung enzim yang dapat
menyerang sel, misalnya HIV
integrase dan transkriptase balik.
Salah satu fungsi penting enzim
adalah pada sistem pencernaan hewan. Enzim seperti amilase dan protease memecah molekul yang besar (seperti pati dan protein) menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh
usus. Molekul pati, sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh usus,
namun enzim akan menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti maltosa, yang akan dihidrolisis lebih jauh
menjadi glukosa, sehingga dapat diserap. Enzim-enzim yang berbeda, mencerna
zat-zat makanan yang berbeda pula. Pada hewan pemamah biak, mikroorganisme dalam perut hewan
tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat mengurai sel dinding selulosa tanaman.
Beberapa enzim dapat bekerja bersama
dalam urutan tertentu, dan menghasilan lintasan metabolisme. Dalam lintasan metabolisme, satu
enzim akan membawa produk enzim lainnya sebagai substrat. Setelah reaksi
katalitik terjadi, produk kemudian dihantarkan ke enzim lainnya. Kadang-kadang
lebih dari satu enzim dapat mengatalisasi reaksi yang sama secara bersamaan.
Enzim menentukan langkah-langkah apa
saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme ini. Tanpa enzim, metabolisme
tidak akan berjalan melalui langkah yang teratur ataupun tidak akan berjalan
dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Dan sebenarnya, lintasan
metabolisme seperti glikolisis tidak akan dapat terjadi tanpa
enzim. Glukosa, contohnya, dapat bereaksi secara langsung dengan ATP, dan
menjadi terfosforliasi pada karbon-karbonnya secara acak.
Tanpa keberadaan enzim, proses ini berjalan dengan sangat lambat. Namun, jika heksokinase ditambahkan, reaksi ini tetap
berjalan, namun fosforilasi pada karbon 6 akan terjadi dengan sangat cepat,
sedemikiannya produk glukosa-6-fosfat ditemukan sebagai produk utama.
Oleh karena itu, jaringan lintasan metabolisme dalam tiap-tiap sel bergantung
pada kumpulan enzim fungsional yang terdapat dalam sel tersebut.
Peran enzim dalam metabolisme
Metabolisme merupakan sekumpulan reaksi kimia yang terjadi
pada makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup.[3]
Reaksi-reaksi ini meliputi sintesis molekul besar menjadi molekul yang lebih
kecil (anabolisme) dan penyusunan molekul besar dari molekul yang lebih kecil
(katabolisme). Beberapa reaksi kimia tersebut antara lain respirasi,
glikolisis, fotosintesis pada tumbuhan, dan protein sintesis. Dengan mengikuti
ketentuan bahwa suatu reaksi kimia akan berjalan lebih cepat dengan adanya
asupan energi dari luar (umumnya pemanasan), maka seyogyanya reaksi kimia yang
terjadi pada di dalam tubuh manusia harus diikuti dengan pemberian panas dari
luar. Sebagai contoh adalah pembentukan urea yang semestinya membutuhkan suhu
ratusan derajat Celcius dengan katalisator logam, hal tersebut tidak mungkin
terjadi di dalam suhu tubuh fisiologis manusia, sekitar 37° C. Adanya enzim
yang merupakan katalisator biologis menyebabkan reaksi-reaksi tersebut berjalan
dalam suhu fisiologis tubuh manusia, sebab enzim berperan dalam menurunkan
energi aktivasi menjadi lebih rendah dari yang semestinya dicapai dengan
pemberian panas dari luar. Kerja enzim dengan cara menurunkan energi aktivasi
sama sekali tidak mengubah ΔG reaksi (selisih antara energi bebas produk dan
reaktan), sehingga dengan demikian kerja enzim tidak berlawanan dengan Hukum
Hess 1 mengenai kekekalan energi.[4]
Selain itu, enzim menimbulkan pengaruh yang besar pada kecepatan reaksi kimia
yang berlangsung dalam organisme. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama
beberapa minggu atau bulan di bawah kondisi laboratorium normal dapat terjadi
hanya dalam beberapa detik di bawah pengaruh enzim di dalam tubuh.[5]
Pemanfaatan enzim sebagai alat
diagnosis
Pemanfaatan
enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok:
1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan
atau organ akibat penyakit tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu
jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya
tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada
kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel.
Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan
isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan
tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah
lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang
bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti
oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel
ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang
merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi
(virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan
mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga
sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan
akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu
kerusakan jaringan adalah sebagai berikut:
·
Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan
adanya gangguan perfusi darah ke glomerulus ginjal, sehingga renin akan
menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum yang berfungsi untuk
menaikkan tekanan darah
·
Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT
serum) hingga mencapai seratus kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L)
menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan sampai dua puluh kali
dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan peningkatan
pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
·
Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu
isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis
akut, dan lain-lain.
2. Enzim
sebagai suatu reagensia diagnosis.
Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi
bahan untuk mencari petanda (marker)
suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang
dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim
sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih
spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk
mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena
kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim sebagai
reagen adalah sebagai berikut:
·
Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat
digunakan untuk mengukur asam urat.
·
Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan
bantuan enzim kolesterol-oksidase yang dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.
·
Pengukuran alcohol, terutama etanol pada
penderita alkoholisme dan keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan
enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain.
3. Enzim
sebagai petanda pembantu dari reagensia.
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja
dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak.
Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim
yang digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama
senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat
dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam
memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh penggunaannya
adalah sebagai berikut:
·
Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay),
antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah
ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks
antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya
adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa.
Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang
direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase,
fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin
transferase.
·
Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti
obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan
antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut.
Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat
dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.
Pemanfaatan enzim di bidang
pengobatan
Pemanfaatan enzim dalam pengobatan
meliputi penggunaan enzim sebagai obat, pemberian senyawa kimia untuk
memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu efek tertentu dapat
dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap ikatan
protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.
a. Penggunaan
enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi
defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk
mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai
pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. [6]
Contoh keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara adalah defisiensi
enzim-enzim pencernaan. Seperti yang diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat
beragam, beberapa di antaranya adalah protease dan peptidase yang mengubah
protein menjadi asam amino, lipase yang mengubah lemak menjadi asam lemak,
karbohidrase yang mengubah karbohidrat seperti amilum menjadi glukosa serta
nuklease yang mengubah asam nukleat menjadi nukleotida.[7]
Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap menyebabkan banyak kelainan, yang
biasanya juga disebut sebagai kelainan genetic mengingat enzim merupakan
protein yang ditentukan oleh gen. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim
antara lain adalah hemofilia. Hemofilia adalah suatu keadaan di mana penderita
mengalami kesulitan penggumpalan darah (cenderung untuk pendarahan) akibat
defisiensi enzim-enzim terkait penggumpalan darah. Saat ini telah diketahui ada
tiga belas faktor, sebagian besar adalah protease dalam bentuk proenzim, yang
diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada penderita hemofilia, terdapat
gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic
Factor), faktor IX, dan faktor XI. Kelainan ini dapat diatasi dengan
transfer gen yang mengkode faktor IX.[8]
Diharapkan gen tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan
dalam proses penggumpalan darah.
b. Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan
terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja enzim,
sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang
menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi
menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan terapi di mana
enzim bakteri patogen yang menjadi sasaran.
v Pada
terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan
senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing.
Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:
-
Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus,
senyawa yang diinduksikan adalah akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan
untuk mendapatkan situs katalitik enzim amilase (pankreatik α-amilase) yang
seyogyanya akan mengubah amilum menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi
tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan gula darah setelah makan dapat
dikendalikan.[9]
-
Penumpukan
cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur pertukaran H dan
Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine, sedangkan
Na akan diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida,
yaitu azetolamida yang berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara
kompetitif sehingga pertukaran kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion
Na akan dibuang keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis
menyebabkan air akan ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa
keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem).
Dengan kata lain senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan
cairan tubuh.[10]
-
Pengendalian
tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase. Enzim renin-EKA
berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk angiotensin
II, sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas
angiotensin II. Untuk menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi
terhadap kerja enzim khususnya EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat
penghambat EKA (ACE Inhibitor).
-
Mediator
radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua enzim,
yaitu siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada obat atau senyawa
tertentu yang mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox II sehingga dapat digunakan
untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit.
-
Dengan
menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka enzim yang berfungsi
untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh
berbagai senyawa, antara lain kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin,
dan sildenafil. Teofilin digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma,
pentoksifilin digunakan untuk menambah kelenturan membran sel darah merah
sehingga dapat memasuki relung kapiler, sedangkan sildenafil menyebabkan
relaksasi kapiler di daerah penis sehingga aliran darah yang masuk akan
bertambah dan tertahan untuk beberapa saat.
-
Penyakit
kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya. Salah
satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis sel
ganas. Seperti yang diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru
(purin dan pirimidin). Pada pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi
yang melibatkan formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah
direduksi. Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin
sehingga sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin
dapat menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate.
6-aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga menghambat
pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).
-
Pada
penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa) inhibitor
monoamina oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim monoamina oksidase
yang mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer yang berasal dari hasil
dekarboksilasi asam amino. Enzim monoamina oksidase sendiri merupakan enzim
yang mengalami peningkatan jumlah ada sel susunan saraf penderita penyakit
kejiwaan.
v Pada
terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja, digunakan
prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama
atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu.
Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan
spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka
penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit infeksi. Contoh
terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme sebagai sasaran kerja antara
lain:
-
Pada penyakit tumor, sel tumor dapat
dikendalikan perkembangannya dengan menghambat mitosisnya. Mitosis sel tumor
membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin baru). Proses ini membutuhkan asam
folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh mikroorganisme sendiri dengan
memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat
(PABA), pteridin, dan asam glutamat. Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida
dan turunannya dapat dimanfaatkan untuk menghambat pemakaian PABA untuk
membentuk asam folat.
-
Penggunaan
antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di alam
bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme
lain dalam memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya
adalah penisilin, suatu antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang
mengkatalisis dipeptida D-alanil D-alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel
bakteri tidak terbentuk dengan sempurna. Bakteri akan rentan terhadap perbedaan
tekanan osmotik sehingga gampang pecah.
-
Perbedaan
mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel pejamu juga dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi. Penggunaan antibiotika tertentu
dapat menghambat sintesis protein pada mikroorganisme. Contohnya antara lain:
c. Interaksi
protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran interaksi
protein-ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor, di
mana apabila mediator disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat
berikatan dengan reseptor, sehingga efek dari mediator tersebut tidak terjadi.
Contoh pengobatan dengan menjadikan interaksi protein-ligan sebagai sasarannya
antara lain:
v Pengendalian tekanan darah yang
diatur oleh hormon adrenalin. Reseptor yang terdapat pada hormon adrenalin,
yaitu α-reseptor dan β-reseptor dapat dihambat oleh senyawa-senyawa yang
berbeda. Penghambatan pada β-reseptor dapat menimbulkan efek pelemasan otot
polos dan penurunan detak jantung. Obat-obatan yang bekerja dengan cara
tersebut dikenal sebagai β-blocker.
v Penggunaan antihistamin untuk tujuan
tertentu. Histamin merupakan turunan asam amino histidin yang berperan sangat
luas, mulai dari neuromediator, mediator radang pada kapiler, meningkatkan
pembentukan dan pengeluaran asam lambung HCl, kontraksi otot polos di bronkus,
dan lain-lain. Tidak jarang ketika misalnya terjadi peradangan yang memicu
pengeluaran histamin, terjadi efek-efek lain seperti sakit perut dan lain-lain.
Untuk itu dikembangkan senyawa spesifik yang mampu bekerja sebagai pesaing
histamin, yaitu antihistamin. Dengan adanya antihistamin ini, maka respon yang
ditimbulkan akibat kerja histamin dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org//w/index.Nanas.25Maret 2009.Anonim. 2009.
http://id.wikipedia.com//w/index.Pisang. 25 Maret 2009.Anonim. 2009.
Pengaruh Konsentrasi enzim
α -amilaseterhadap Sifat fisik dan Organoleptik Filtrat Bubur . http://lemlit.unila.ac.id//file.25
Maret 2009.Anonim. 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar